Istano basa pagaruyuang,
wisata budaya dan sejarah, andalan
luhak nan tuo
Pembaca pasti bertanya, “apa itu luhak nan tuo ??” , Luhak nan tuo merupakan sebutan untuk Kabupaten Tanah Datar atauLuhak Tanah Datar, yang di yakini menurut tambo di Kabupaten inilah awalnya masyarakat Minangkabau memulai kehiduan bernagari dan bermasyarakat, karena masyarakat Minangkabau pada mulanya berasal dari lereng Gunung Merapi (sebuah gunung yang terdapat di Sumatera Barat ). Dari lereng Gunung Merapi inilah kemudian mereka turun ke suatu nagari yang bernama NagariTuo Pariangan secara berombongan, di nagari inilah awal mula mereka membangun kampoung. Kemudian sebagian dari mereka pindah ke daerah lainnya, yaitu Kabupaten Agam ( Luhak Agam) dan Kabupaten 50 Kota (Luhak 50 Kota), sehingga dikenal lah ketiga luhak tersebut (yaitu, Tanah Datar, Agam, dan 50 Kota) sebagai “Luhak Nan Tigo” yang merupakan wilayah darek di Minangkabau.
Nah, pembaca begitulah sekilas mengenai Luhak.
Kabupaten Tanah Datar yang beribu kota-kan di Kota Batusangkar, telah di kenal sebagai “Kota Budaya”,karena memang dari sinilah cikal bakal budaya di budaya Minangkabau. Disinilah dahulunya pusat kerajaan Minangkabau yang memiliki kekuasaan daerah yang sangat luas bahkan sampa ke negeri tetangga, Malaysia.Negeri Sembilan di Negara Malaysiapun mengakui bahwa nenek moyang mereka berasal dari ranah minang.
Sekarang, salah satu asset budaya yang telah menjadi bukti sejarah di
Minangkabau adalah Istano Basa Pagaruyuang. Terletak di nagari Pagaruyuang,
Kecamatan Tanjung Emas, Kabupaten Tanah Datar, sekitar ± 5 KM dari pusat kota
Batusangkar.
Istano Basa Pagaruyung adalah tinggal keluarga kerajaan Minangkabau yang
sekaligus menjadi Pusat Kerajaan Minangkabau pada masa itu. Dimasa kerajaan
Minangkabau Istana Basa Pagaruyung memiliki peran ganda, sebagai rumah tempat
tinggal keluarga kerajaan dan sebagai Pusat Pemerintahan Kerajaan Minangkabau
yang dipimpin oleh seorang raja yang dikenal dengan “RAJO ALAM” atau “RAJA
DIRAJA KERAJAAN MINANGKABAU”
Kepemimpinan Rajo Alam dikenal dengan “Tali Tigo Sapilin” dan Pemerintahannya
dikenal dengan “ Tungku Tigo Sajarangan”.
Namun sayangnya, Istano Basa yang berdiri sekarang sebenarnya adalah
replika dari yang asli. Istano Basa yang asli dahulunya terletak di atas bukit Batu Patah
dan terbakar habis pada sebuah kerusuhan berdarah pada tahun 1804. Kemudian pada
tanggal 27 Desember 1976, istana pagarayuang kembali di bangun sebagai duplikat
bangunan Istano Rajo Alam Minangkabau yang dibakar Belanda tahun 1804. Namun
tidak di tapak lamanya, tetapi di lokasi baru di sebelah selatannya. Peletakan tonggak
tuo ( tiang utama) dilakukan oleh Gubernur Sumatera Barat waktu itu, Harun Zain.
Kemudian, Pada akhir 1970-an, istana ini telah bisa dikunjungi oleh umum.
Pada tanggal 27 Februari 2007, Istano Basa kembali mengalami kebakaran
hebat akibat sambaran petir yang menyambar di puncak istana. Akibatnya, bangunan
tiga tingkat ini hangus terbakar. Sebagian dokumen, serta kain-kain hiasan juga ikut
terbakar.Diperkirakan hanya sekitar 15% barang-barang berharga yang selamat.
Barang-barang yang lolos dari kebakaran tersebut sekarang disimpan di Balai Benda
Purbakala Kabupaten Tanah Datar. Harta pusaka Kerajaan Pagaruyung sendiri
disimpan di Istano Silinduang Bulan, 2 kilometer dari Istano Basa.
Bangunan yang terdiri dari 11 gonjong, 72 tonggak dan 3 lantai ini pada
prinsipnya memiliki 2 (dua ) unsur, yaitu : unsur utama dan unsur penunjang.
Unsur utamanya, antara lain :
1. Batu Tapakan,
2. Singasana (Pelaminan Bundo Kanduang),
3. Bilik (Kamar),
4. Anjuang Rajo Babandiang,
5. Anjuang Perak,
Terletak dibawah jenjang dan berfungsi sebagai tempat mencuci kaki
sebelum naik keatas rumah (Istana). Disini juga disediakan sebuah “Guci”
yaitu tempat air dan dilengkapi dengan gayung air (cibuak)
Terletak di lantai satu sejajar dengan pintu masuk. Disini terpajang photo
Raja Pagaruyung terakhir yaitu Sultan Alam Bagagarsyah. Singasana ini
dilingkari dengan tirai yang terjuntai disisi kanan, kiri dan depan. Disinilan
Bundo Kanduang duduk sambil melihat – lihat siapa yang datang atau yang
belum datang apabila ada rapat dan mengatur segala sesuatu diatas rumah.
Dihuni oleh putri – putri raja yang sudah menikah (berkeluarga). Bilik
pertama atau yang paling kanan dihuni oleh putri raja yang sudah menikah
dan seterusnya dihuni oleh adik – adik yang sudah menikah pula.
Berada dibagian kanan atau pangkal rumah (Istano) dan mempunyai 3
langgam (tingkat) yang berfungsi sebagai tempat sidang pada langgam
pertama, tempat beristirahat pada langgam kedua dan tempat tidur raja pada
langgam ketiga.
Berada disebelah kiri atau ujung istana yang berfungsi sebagai tempat
Bundo kanduang (Ibu Suri) mengadakan rapat yang bersifat kewanitaan
pada langgam pertama, sebagai tempat beristirahat pada langgam kedua
dan tempat tidur Ibu Suri pada langgam ketiga.
6. Bandua Tangah,
Bandua ini berada di depan bilik (kamar) Bandua yaitu bagian yang
ditinggikan dari lantai yang berfungsi sebagai tempat keluarga/ kerabat dari
pihak putri raja yang mendiami masing – masing bilik (kamar).
7. Bandua Tapi,
Berada di depan dari Bandua Tangah yang berfungsi sebagai tempat Cerdik
Pandai dan Alim Ulama dalam rapat – rapat. Posisi duduk Ninik Mamak,
Cerdik Pandai dan Alim Ulama membelakangi bilik (kamar).
8. Tango,
Disebut juga umbul –umbul yang bermacam warna yang terpajang pada
sebuah peti bunian. Tango berfungsi sebagai tanda mata pelengkap atau
cendera mata Raja kepada tamunya. Kalau dari unsur Ninik Mamak, Raja
akan memberikan Tango yang berwarna hitam, dari unsur Alim Ulama akan
mendapatkan warna Putih, dari unsur laskar akan mendapat warna kuning
emas, dari raja kecil akan mendapat warna kuning muda, sedangkan dari
unsur pejabat/ Sekretaris/ Pegawai akan mendapat warna ungu.
Sedangkan Peti Bunian tersebut digunakan sebagai tempat senjata atau
atribut para tamu.
9. Anjuang Paranginan,
Anjuang ini berada di lantai dua yang berfungsi sebagai tempat Putri Raja
yang belum menikah (gadis pingitan) dan perlengkapannya.
10. Mahligai,
Mahligai berada di lantai tiga yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan
alat – alat kebesaran Raja seperti Mahkota Kerajaan yang dahulunya
disimpan dalam sebuah peti khusus yang dinamakan Aluang Bunian.
Apabila ada acara tertentu alat – alat kebesaran tersebut dikeluarkan dari
tempatnya (Aluang Bunian)
11. Tanjuang mamutuih,
Di lokasi ini terdapat sebuah pohon beringin yang dilingkari oleh batuan yang
tersusun rapi. Lokasi ini berfungsi sebagaitempat bermain – main anak raja
seperti main layang – layang.
12. Pincuran Tujuh,
Letaknya di belakang dapur yang merupakan tempat pemandian keluarga
raja. Tapian tampek mandi atau pemandian ini mempunyai tujuh buah
pincuran yang tebuat dari batang sampir dan dilengkapi dengan jamban
tradisional
Unsur penunjangnya, antara lain :
1. Dapur,
Mempunyai dua ruangan. Ruangan sebelah kanan berfungsi sebagai tempat
memasak dengan perkakas atau alat – alat dapur yang serba tradisional.
Ruangan sebelah kiri berfungsi sebagai tempat para dayang yangberjumlah
dua belas orang.
2. Surau,
Surau terletak dibelakang Istano yang berfungsi sebagai tempat shalat,
belajar mengaji (membaca Alqura’n) dan tempat tidur putra raja yang telah
akil baliqh atau telah berumur 7 tahun keatas. Disamping mengaji, disinilah
mereka dididik tentang Undang – Undang Adat, hukum syarak, sejarah, seni
budaya dan bela diri.
3. Rangkiang Patah Sembilan,
Berada di pekarangan Istano yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan
padi. Selain itu fungsi rangkiang di Sitanao adalah sebagai simbol
kemakmuran dan kekuatan Alam Minangkabau
4. Tabuah Larangan,
Ada dua buah Tabuah Larangan di Istano.
Tabuah pertama bernama Gaga Di Bumi yang dibunyikan apabila terdapat
peristiwa yang besar seperti bencana alam, kebakaran, tanah longsor dsb.
Tabuah kedua bernama Mambang Diawan yang dibunyikan untuk
memanggil Basa Nan Ampek Balai ( Dewan Empat Menteri) yaitu Tuan Titah
di Sungai Tarab, Tuan Kadi di Padang Ganting, Tuan Indomo di Saruaso,
Tuan Mankudun di Sumanik, Tuan gadang di Batipuh serta Tigo Selo (Raja
Alam, Raja Adat, Raja Ibadat) untuk mengadakan rapat.
5. Taman Istano Basa,
Taman Istano Basa mewakili dan melambangkan semua potensi dan
fasilitas daerah dimana Minangkabau berada agar tampil blebih terkenal,
lebih dihormati, lebih dikagumi, lebih cemerlang, lebih produktif, lebih
potensial, lebih berarti dan lebih berdaya guna dalam berbagai aspek
kehidupan berbangsa dan bernegara karena potensi dan fasilitas
memperindah Minangkabau dalam arti yang luas.
Nah pembaca, sekarang Basa Pagaruyuang telah bisa kita kunjungi kembali,
akses untuk menuju kesin sangat mudah, bisa menggunakan kendaraan roda 2 dan
roda 4. Berikut beberapa jalur menuju Istano Basa Pagaruyuang
1. Dari Kota Padang atau Kota Padang Panjang via Kubu Kerambil = 105 km
2. Dari Bukittinggi via Pintu Gerbang Simpang Baso = 35 km
3. Melalui Pintu Gerbang Simpang Piladang berbatasan dengan wilayah
Kabupaten 50 kota berjarak 45 km.
Terima kasih telah membaca
for more click here
Tidak ada komentar:
Posting Komentar